Lama nggak update, kali ini saya akan mencoba
menyebarluaskan pandangan saya mengenai "Perahu Kertas". Yap, buku
dan film-nya akan saya coba angkat pada tulisan kali ini.
Sinopsis Perahu Kertas :
Kugy digambarkan sebagai anak yang bersahabat, ceria,
berimajinasi tinggi, pecinta dan penulis dongeng, dan yang pasti memiliki
perasaan yang berbeda pada Keenan sejak pertama bertemu. Begitu juga dengan
Keenan yang digambarkan sebagai sosok yang pandai, bertanggungjawab, dan pandai
melukis. Keduanya disatukan oleh kecintaan level tinggi terhadap seni. Berbekal
impian dan harapan masing-masing, Kugy dan Keenan saling mendukung satu sama
lain dalam hal menggapai impian sembari menghadapi dunia nyata. Dalam imajinasi
Kugy, dia adalah seorang agen yang diutus oleh Neptunus sang Dewa Laut untuk
menyampaikan keadaan dunia secara berkala melalui perahu kertas yang
dihanyutkan bersama aliran air. Sedangkan di dunia nyata, Kugy adalah seorang
mahasiswi sastra yang bercita-cita menjadi penulis dongeng yang disadarinya
secara penuh tidak akan menjadi hal yang mudah. Sedangkan Keenan adalah seorang
pelukis yang sementara meninggalkan dunianya demi mengikuti keinginan ayahnya.
Disatukan kembali oleh para sahabat,
Kugy dan Keenan pun bertemu. Mencoba membangun rasa yang dulu sempat hilang,
Keenan pun mulai memperbaiki hubungannya dengan Kugy. Namun, keduanya kembali
disadarkan oleh pasangan masing-masing yang akhirnya mereka sadari tidak mampu mereka
sakiti. Seperti impian masing-masing yang mereka relakan demi dunia nyata yang
mereka hadapi.
Menurut saya, penggambaran Kugy
dalam buku lebih kompleks dibandingkan dengan Kugy yang ada di film. Kugy dalam
buku lebih mampu mengekspresikan semua perasaan yang ada di dalam hatinya dan
lebih bergairah dalam menghadapi hari-harinya baik di awal cerita, pertengahan,
dan akhir cerita. Keenan dalam buku juga lebih mampu menunjukkan kegelisahannya
saat konflik dan lebih memiliki emosi dibandingkan Keenan dalam film.
Secara keseluruhan, saya pribadi
merasa kecewa dengan Perahu Kertas versi film, baik pada unsur pemeran karena
belum dengan sempurna “menjadi” karakter yang diperankan maupun proses dalam
pembuatan film yang sepenglihatan saya dilakukan dalam keadaan terburu waktu. Dapat
saya pastikan, untuk penikmat film yang sama sekali tidak membaca bukunya akan
merasa bingung dengan pesan yang film tersebut coba berikan.
Terlepas dari semuanya, saya cukup
puas dengan penggambaran buku pada film tersebut walaupun ekspektasi yang saya
gantung mungkin terlalu tinggi sehingga tidak dapat saya pungkiri bahwa saya
kecewa.
Sekian.
hmmmm, gak sependapat deh..
BalasHapus